Membaca Sastra Alternatif “Sastra Realisme”

PERINGATAN
Jika rakyat pergi. Ketika penguasa pidato. Kita harus hati -hati. Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi, Dan berbisik-bisik. Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar.
Bila rakyat berani mengeluh, Itu artinya sudah gawat. Dan bila omongan penguasa tidak boleh dibantah, kebenaran pasti terancam.
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan. dituduh subversif dan mengganggu keamanan, maka hanya ada satu kata: lawan! .
(Wiji Thukul, 1986)

SAJAK
Di mana harga karangan sajak, Bukanlah dalam maksud isinya, Dalam bentuk, kata nan rancak
Dicari timbang dengan pilihnya,Tanya pertama keluar di hati.
Setelah sajak dibaca tamat, Sehingga mana tersebut sakti, Mengikat diri di dalam hikmat.
Rasa bujangga waktu menyusun, Kata yang datang berduyun -duyun, Dari dalam, bukan nan dicari,
Harus kembali dalam pembaca, sebagai bayang di muka kaca, harus bergoncang hati nurani.
(Sanusi Pane)

Dua karya sastra diatas merepresentasikan mazhab dalam dunia sastra. Puisi karya Wiji Thukul memperlihatkan kritik langsung terhadap penguasa dan seruan untuk melakukan perlawanan terhadap penguasa yang menindas. Sementara puisi yang ditulis oleh Pane menggambarkan mengenai sajak, bagaimana ia diramu dan diciptakan. Perbedaan mendasar dari kedua genre sastra tersebut adalah puisi Tukul ditulis dengan bahasa lugas, politis dan berisi kritik sosial. Berbeda dengan karya Sanusi Pane yang menonjolkan keindahan bahasa dan pilihan kata. Puisi Tukul dalam kategorisasi sastra termasuk dalam mazhab sastra realis sementara karya Pane tergolong dalam sastra romantis. Tulisan ini sedikit mendiskusikan tentang realisme sastra. 

Realisme sastra adalah sebuah gerakan sastra yang berusaha menggambarkan hidup tanpa melebih-lebihkan atau khayalan (attempts to describe life without idealization or romantic subjectivity). Menurut Encarta Encyclopedia, Sastra dan seni realis berusaha menggambarkan perilaku manusia dan sekitar atau menghadirkan sosok atau objek secara nyata sebagaimana terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Disebutkan dalam writershistory.com terdapat beberapa ciri yang dimiliki oleh sastra realis, antara lain:  Setia dalam menghadirkan wajah kehidupan danm menggambarkannya secara apa adanya,  Kritik terhadap kondisi sosial, penggambaran karakter sebagai inti yang paling penting dibanding plot atau alur cerita, Jujur, lebih mementingkan pengungkapan fakta, objek dan sosok dihadirkan secara sempurna dan objektif.

Secara historis sastra realis pertama kali ditulis di Eropa dan Amerika Serikat sejak 1840 hingga 1890an. Bermula dari novel Gustave Flaubert dan cerita pendek Guy de Maupassant. Di Rusia, realisme diangkat oleh cerita-cerita pendek Anton Chekhov, George Eliot di Inggris, di Amerika ada Mark Twain dan William Dean Howells. Penulis-penulis tersebut menggambarkan suasana dalam karya-karya mereka dengan gaya tutur yang sederhana. Seperti karya masterpiece Gustave Flaubert L’éducation sentimentale  yang menggambarkan sosok-sosok pemeran dalam novelnya tersebut sebagai representasi masyarakat Perancis  yang dianggap mediocrity, novel tersebut secara riil mengindera suasana di Perancis serta momen-momen bersejarahnya.

Salah satu jenis karya sastra realisme adalah realisme sosialis yang diperkenalkan pertama kali oleh Maxim Gorki 1868-1936, tulisan-tulisannya menyorot kondisi-kondisi masyarakat kelas bawah di Rusia, para pekerja, gelandangan dan orang-orang tersingkirkan lainnya diantara karyanya, seperti kumpulan cerpen, Sketches and Stories (1898, “Twenty-Six Men and a Girl” (1899; translated 1902), Novel, Ibu (1907), The Life of Klim Samgin (1927-1936),  The Lower Depths (1902), tirlogi Childhood (1913-1914, In the World (1915-1916),  My University Days (1923; translated as Reminiscences of My Youth, 1952) dsb. 

Menurut Gorki, fungsi realisme sastra itu tidak saja melukiskan keadaan manusia yang sebenarnya, tetapi juga bagaimana keadaan yang seharusnya dan bagaimana pula keadaan hari esok. Pendapat Gorki sejalan dengan Lenin kalau sastra itu harus bagian daripada kepentingan umum kaum proletariat dan harus menjadi unsur dari garapan partai gabungan sosial-demokratik yang terorganisasi dan terencana.  Kemudian dalam kongres pengarang rusia tahun 1934 dihasilkan rumusan resmi mengenai definisi realisme sosialis bahwa:

“Realisme sosialis adalah metode dasar sastra dan kritik sastra Rusia yang menuntut agar para pengarang memberikan penyajin yang setia, penuh kebenaran dan konkret berdasarkan sejarah, tentang kenyataan dalam perkembangannya yang revolusioner. Realisme sosialis harus menggabungkan kesetiaan yang penuh kebenaran dan sifat konkret berdasarkan sejarah dalam penyajian artistik itu dengan tugas memberikan pendidikan ideology dan latihan bagi para buruh dalam semangat sosialisme”  .

Realisme Sosialis di Indonesia

Pioner sastra realisme sosialis di Indonesia  adalah Lekra, Lembaga Kebudayaan Rakyat yang didirikan oleh aktifis-aktifis Marxis tahun 1950 seperti, D.N. Aidit, M.S. Ashar, A.S. Dharta dan Nyoto. Secara ideologis gerakan ini sepaham dengan Partai Komunis Indonesia. Isu-isu yang diperjuangkan adalah menjadikan kesenian untuk kepentingan rakyat dan sebagai sarana perjuangan menghancurkan feodalisme dan imperialisme. Rakyat yang dimakusid adalah kelas buruh dan Tani sebagai golongan mayoritas rakyat Indonesia .

Salah satu aktifis Lekra yang terkenal adalah Pramoedya Ananta Toer. Buku-bukunya hingga saat ini masih tetap diburu masyarakat. Seperti tetralogi Bumi Manusia, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, Gadis Pantai, Sepoeloeh Kepala Nica, Arok Dedes, Arus Balik dsb. Dalam tetralogi Bumi Manusia, Rumah Kaca, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Pramoedya menggambarkan runtutan perjuangan nusantara di awal abad dua puluh semenjak organisasi perjuangan belum dikenal hingga perjuangan melalui organisasi dan politik di kenal masyarakat Indonesia. Empat buku tersebut berlatar beberapa daerah di Indonesia termasuk beberapa daerah di Jawa Timur khususnya Surabaya, dan Batavia. Dalam rangkaian cerita yang disusun, kita akan dibawa meresapi kondisi masyarakat di bawah kekuasaan kolonial: ketidak adilan hukum, feodalisme, perampasan tanah, tradisi pergundikan, pembentukan kelas-kelas sosial oleh Belanda (pribumi, Indo, Eropa) dsb dan berbagai diskriminasi sosial yang terjadi. Di buku tetralogi itu juga kita bisa melihat bagaimana upaya pemerintah Belanda mengawasi dan meredam gerakan-gerakan politik yang berpotensi melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Belanda di Nusantara.

Dalam buku Pramoedya Ananta Toer, Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia, Pram menulis beberapa semboyan dalam sastra realis yaitu: Pertama, Garis yang Tepat dan Garis yang Salah. Semboyan ini bermaksud agar tetap menguasai persoalan asasi dalam dunia kebudayaan. Menyadari bahwa kaum yang menganut ‘seni untuk seni’ berhadap-hadapan dengan kaum dengan semangat ‘seni untuk rakyat’. Kedua, Meluas dan Meninggi. Meluas bisa diartikan ‘setia pada garis massa’. Meninggi adalah keseimbangan antara mutu ideologi dan mutu artistis. Ketiga, Politik adalah Panglima. Semboyan ini menginginkan agar para seniman sebelum menggarap karya harus meninjaunya terlebih dahulu dari segi politik. kesalahan ideologi lebih jahat ketimbang kesalahan artistik. Dan terakhir adalah Gerakan Turun ke Bawah (turba). Berdasar pada prinsip bahwa seni sastra realisme sosialis harus mengabdi kepada rakyat, maka cara terbaik untuk memahami rakyat adalah dengan turun ke rakyat, melebur bersama mereka, menangkap suka-duka mereka . Ideolog sastra Pram secara sederhana bisa dipahami dari kutipan bukunya Bumi Manusia, “Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji, dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya”.

Realisme Islam, Mungkinkah?

Menyebut mazhab realisme dalam sastra berarti keberfihakan terhadap kepentingan “politik” tertentu atau penggunaan sastra sebagai perjuangan dengan perspektifnya masing-masing.  Islam adalah deen yang mengajarkan kehidupan yang lurus dan benar sesuai dengan tuntunan wahyu. Islam mengajarkan bukan saja hubungan ibadah antara manusia dan pencipta, tapi aturan-aturan mengenai hubungan antar manusia itu sendiri dan semua aspeknya. Islam juga telah mempertegas bahwa ideologi, faham, keyakinan selain Islam harus dihapuskan. Gambaran sederhana mengenai Islam ini menegaskan bahwa Islam itu deen perjuangan dan perlawanan (amar ma`ruf nahi munkar). Nabi Muhammad telah menggariskan beberapa metode amar ma`ruf nahi munkar dengan tiga jalan: kekuasaan, lisan dan hati. Perjuangan melalui seni atau sastra adalah sebuah jalan yang dibolehkan dalam Islam bahkan al-Quran itu adalah “kitab sastra” tercanggih yang tidak ada yang mampu menyaingi keindahan bahasa dan kedalaman maknanya.

Saat ini banyak karya-karya sastra Islam baik dalam bentuk puisi atau cerpen dan novel yang laris di pasaran, seperti Novel Asma Nadia, Cerita Okky Setiana Dewi, Habiburrahman Al-Shirasy, Darwish Tere Liye, dsb. Isinya banyak mengandung pesan-pesan kebaikan dan anjuran menjadi orang muslim yang berakhlak mulia. Namun, dengan kondisi yang menimpa kaum muslimin dan umat manusia saat ini karya-karya bergenre seperti itu kurang pas untuk diproduksi.

Kita bisa belajar dari gerakan realisme sosialis yang menjadikan sastra sebagai alat perjuangan politik untuk membebaskan masyarakat dari penjajahan yang menimpa mereka saat itu. Kaum muslim yang senang sastra juga melakukan gerakan sastra yang sama yaitu untuk membangkitkan masyarakat dari penjajahan sekulerisme-kapitalistik menuju kesadaran Ideologi Islam.  Kalau kita tidak bisa menciptakan karya sastra ideologis minimal kita membaca atau mendukung karya-karya dari penulis-penulis ideologis Islam. Karya Adian Husaini KEMI 1 dan 2 salah satu karya yang saya rasa menarik untuk dicontoh. Sebagai penutup, kita bisa menyimak puisi dari Prof. Fahmi Amhar.

ANEH
Ada orang menolak sistem Khilafah,
katanya ada masa sosok ulama seperti Imam Ahmad sampai dipenjara,
karena beda pendapat dengan khalifahnya,
padahal di sistem baik yang tirani maupun yang demokrasi sebenarnya,
ada lebih banyak sosok ulama yang dipenjara atau dilarang bicara,
di Uzbekistan, di Mesir, di Jerman, juga di Indonesia di masa orba.
ANEH
Ada orang menolak sistem Khilafah,
katanya ada sosok khalifah diktator seperti Yazid yang amat kejamnya,
membantai cucu Nabi karena tidak mendukungnya,
padahal di sistem baik yang presidensil maupun parlementer sebenarnya,
ada lebih banyak lawan yang dihabisi dengan fitnah dan berbagai konspirasinya,
di Malaysia, di Thailand, di Inggris, bahkan juga di Amerika.
ANEH
Ada orang menolak sistem Khilafah,
katanya karena jihad menyulut peperangan sepanjang masa,
menimbulkan korban dan penderitaan manusia yang merata,
padahal di sistem baik kapitalis maupun komunis sebenarnya,
ada dua perang dunia dan ratusan perang lain yang sangat sia-sia,
di Vietnam, di Congo, di Nicaragua, juga di Irlandia Utara.
Kalau begitu halnya,
siapa yang lebih utopis sebenarnya?
(Puisi Pencari Cahaya: 22/11/2013)

1 komentar:

Masih Standar Ganda Amerika Serikat untuk Irak dan Palestina

Hari Jumat tanggal 08 Agustus 2014 Obama  mengumumkan untuk melakukan agresi militer Iraq. Dalam pengumuman itu, Obama menyatakan bahwa, tujuan operasi militer di Iraq adalah untuk menjaga staf Amerika di Iraq dan kedua tujuan kemanusiaan untuk menolong ribuan penduduk Iraq.

Ekspansi Negara Islami Iraq dan Syam, (ISIS) di Iraq memang mengkhawatirkan Amerika Serikat. Beberapa bulan sebelumnya, Obama menyatakan tidak mengkhawatirkan aktifitas ISIS di Iraq tapi, sekarang  Obama tegas menyatakan akan datang untuk menolong pemerintah Iraq dan warga Iraq dari kekejaman ISIS.

Diawal pidatonya, Obama memberikan alasan kenapa Amerika mesti mengirim pasukan udaranya ke Irak.  Antara lain, karena ekspansi ISIS telah mendekati kota Erbil. Erbil adalah tempat para diplomat dan penasehat militer Amerika Serikat.  Obama Menyatakan tidak akan menutup mata terhadap pembantaian massal atau genosida yang dilakukan oleh ISIS di Iraq khususnya terhadap penduduk Yazidis dan Kristen di Erbil .
Dibagian pertengahan dari pidatonya, Obama mempertegas sikap kepahlawanan Amerika Serikat ibarat Spiderman yang datang disaat harapan hampir pupus, “Earlier this week, one Iraqi in the area cried to the world, “There is no one coming to help.”  Well today, America is coming to help.  We’re also consulting with other countries — and the United Nations — who have called for action to address this humanitarian crisis”. Di bagian akhir pidatonya, Obama mempertegas sikap dan posisi Amerika di dunia bahwa, Amerika telah menciptakan dunia menjadi lebih aman dan sejahtera dan kepemimpinan Amerika sangat penting untuk menjamin keamanan dan kesejahteraan global tempat anak-anak dan bernaung. Amerika juga telah berusaha untuk tetap memegang teguh nilai-nilai dasar, “the desire to live with basic freedom and dignity” sebagai nilai fundamental bagi umat manusia dimanapun berada.
Pidato Obama tersebut memperlihatkan sikap serius Amerika Serikat dalam merespon kejadian-kejadian penting di dunia. Beberapa bulan terakhir ISIS telah menghiasi media-media internasional. ISIS telah dicap sebagai teroris yang berbahaya. Berbagai pelanggaran ISIS telah dipertontonkan.
Pidato yang menginstruksikan serangan ke Daulah Islam Iraq dan Syam tersebut selain memperlihatkan ketegasan Amerika dalam menjaga warganya juga memperlihatkan sikap moral Amerika yang responsif terhadap pelanggaran-pelanggaran hak-hak kemanusiaan. Tapi ini pidato special untuk Iraq berbeda di konteks yang lain.
Tanggal 7 Agustus, saat Obama berpidato di depan pers, Palestina masih membara. Terhitung sudah hampir dua ribu orang meninggal dan ribuan lainnya luka-luka. Rumah-rumah, tempat ibadah, rumah sakit, sekolah-sekolah hancur akibat rudal-rudal Israel. Setiap waktu, tergantung keinginan Israel serangan bisa saja terjadi. Saat waktu jeda, tanpa serangan militer, Palestina tetap menjadi penjara karena telah dikelilingi oleh pagar-pagar pembatas Israel, lautnya di kontrol, udara dikuasa bahkan pasokan-pasokan bahan pokok bagi masyarakat Palestina tetap dalam pengawasan dan aturan Israel. Di sisi lain, Israel sibuk memperluas pemukiman ke wilayah-wilayah masyarakat Palestina.
Bagaimana respon Obama terhadap peristiwa pembunuhan sistematis oleh bangsa Zionis Israel tersebut?. Setiap terjadi serangan brutal Israel ke Palestina sejak tahun 2009, 2012, hingga 2014 ini. Bahasa yang keluar dari pemerintah AS adalah menyayangkan kejadian tersebut tapi, membenarkan tindakan Israel sebagai Defense Act, tindakan membela diri.
Masalahnya sebenarnya bukan hanya diperistiwa saling menyerang antara militer Israel atau pihak Palestina, tapi kebijakan Israel terhadap wilayah dan rakyat Palestina. Kalangan ilmuwan, ahli hukum, pengamat telah sepakat tentang sikap Israel yang layak disebut sebagai tindakan genosida, apartheid, pembersihan etnik, kolonialisasi. Tapi tidak ada yang bisa mengadili Israel karena Amerika berada dibelakang sebagai penyokongnya.
Kenapa Amerika Serikat melakukan humanitarian intervention di Iraq sementara di Israel tidak. Jawabnya, jelas Israel adalah sekutu utama Amerika di Timur Tengah. Dan memiliki posisi strategis secara politik di Timur Tengah bagi Amerika Serikat. Menentang atau menghukum Israel bisa jadi mengorbankan kepentingan strategis Amerika di Timur Tengah.
Sementara di Iraq, menurut Brandon Turbeville dalam tulisannya di globalresearch.ca, alasannya adalah daerah sekitar Erbil –wilayah Kurdi, Iraq– merupakan “poros perusahaan-perusahaan minyak AS” dan merupakan pusat administrasi industri minyak di daerah Kurdi. Seperempat produksi minyak Iraq secara nasional berasal dari wilayah ini. Wilayah Erbil menjadi produsen minyak peringkat 9 dunia.  Washington`s blogs mencatat ada banyak perusahaan-perusahaan minyak yang beroperasi di Erbil termasuk perusahaan minyak raksasa milik Amerika seperti, Exxon Mobile, Chevron, Marathon Oil Corporation, Hess Corporation dsb. Ada juga Total milik Perancis, Perusahaan minyak Kanada, Korea Selatan, Turki, Inggris, Perancis, Uni Emirat Arab, Austria, China, Hungaria, India,
Papua Nugini, Rusia, Norwegia, Spanyol dan perusahaan Iraq sendiri.
John B. Judis menulis dalam the New Republic, “jika ISIS mengambil alih Erbil maka mereka akan membahayakan produksi minyak Iraq dan akses minyak secara global. Dan terbukti, ancaman ISIS di Erbil telah mendorong naiknya harga minyal. Para pengusaha minyak berharap intervensi Amerika akan menghentikan kenaikan harga minyak tersebut”.
Jadi jelas sikap Amerika saat menghadapi dua persoalan kemanusiaan Iraq dan Palestina itu berbeda. Sederhana kepentingan politik Amerika diatas segala-galanya. Tapi umat manusia pasti akan semakin paham sikap standar ganda Amerika tersebut dan itu adalah sikap munafik yang dilakukan secara terang-terangan. 

0 komentar: