Kegalauan Politik: Mencari Bentuk Politik Ideal

Komentar-komentar miring mengiringi proses pemilu caleg tahun 2014 ini seperti Ketidakjelasan ideologi partai politik, politik uang, serta saling makan-memakan antar caleg  sendiri. Yusril Ihsa Mahendra ketika mengomentari ideologi partai politik tahun 2014 mengatakan , Tidak ada partai Islam dan nasionalis, yang ada hanya partai uang dan tidak ada uang. Mahfud MD pernah menyatakan hal yang sama bahkan menambahkan bahwa nilai dan idealism di lapangan politik itu tidak ada, tempatnya cuma di ruang kuliah.
Wajah perpolitikan di Indonesia memang sangat mengerikan. Terlihat jelas kesenjangan antara kelompok elit politik dan masyarakat. Di Indonesia pemilu-pemilu yang diadakan ditingkat negara hingga desa hanya menjadikan warga negara sebagai stempel untuk meraih kekuasaan. Warga yang sudah buta politik dipaksa oleh negara untuk ikut pemilu yang mereka juga tidak tahu hakikat dan tujuan pemilu apa. Sementara elit-elit politik sibuk mengatur strategi pembodohan sistematis untuk saling bersaing suara dari masyarakat. Yang paling mengerikan, ada yang membawa dalil-dalil Islam. Tujuan mereka sebenarnya bukanlah karena didorong oleh motivasi komitmen perjuangan Islam tapi, “pemerkosaan” dalil-dalil untuk memenuhi hasrat kekuasaan mereka.
Ada sebuah persepsi salah dikalangan masyarakat dan para elit politik kita bahwa melek politik itu ketika kita sudah bisa merancang strategi jitu untuk menduduki kekuasaan.  Mungkin karena terinspirasi kalimat, Harold Lasswell, politics is who gets what, when and how sehingga fokus pemikiran para elit politik tersebut adalah melulu bagaimana berebut kekuasaan. Ajang perebutan kekuasaan tersebut akhirnya menjadi medan perang terbuka yang mewajibkan untuk memahami teori-teori perang misalnya,  teori perang Sun Tzu: “jika engkau mengenali musuh-musuhmu dan mengenali dirimu sendiri maka, kamu tidak akan mendapatkan bahaya dalam seratus pertempuan”. Atau ada selentingan di kelompok Islam bahwa berpolitik itu ibarat berjihad yang bohong itu dibolehkan sebagai strategi pemenangan. Gaya dan persepsi seperti ini akhirnya menjadi laku negatif yang disaksikan langsung oleh rakyat hingga menjadi persepsi mainstream dalam masyarakat bahwa politik itu kotor, penuh dengan kelicikan dan kemunafikan. Tak heran kalau banyak caleg mengeluh ketika datang ke dapil mereka kemudian mereka dipalak oleh masyarakat.
Padahal, makna politik itu tidak terbatas dalam masalah suksesi kepimpinan atau perebutan kekuasaan semata. Politik itu juga termasuk perumusan kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat. Menurut Marcus E. Ethridgedan Howard Handelman, politik adalah proses pembuatan kebijakan bersama dalam sebuah komunitas, masyarakat atau kelompok melalui pengaruh dan kekuasaan.
Masalah Indonesia sudah sangat jelas. Kerusakan masyarakat akibat penerapan demokrasi dan kapitalisme. Kapitalisme menjadikan masyarakat lemah tak berdaya, miskin, bodoh, lemah moral dan psikologisnya. Kondisi ini sangat rentan dieksploitasi, ditipu dan dibodoh-bodohi. Di sisi lain, kuatnya pengaruh dari modal menjadikan politik menjadi ajang bisnis. Kekuasaan dari, oleh, dan untuk pemodal. Demokrasi dan Kapitalisme akhirnya merusak dan menghancurkan negara. Disini sangat jelas kesenjangan yang luar biasa antara rakyat dan penguasa. Konsep kontrol rakyat terhadap penguasa yang menjadi teori andalan demokrasi menjadi sia-sia. Bagaimana rakyat bisa mengontrol kalau mental mereka runtuh akibat miskin dan bodoh. Ketika kontrol rakyat hilang, elit-elit negara menjadi tak terkontrol dan mabuk kekuasaan hingga tak sadar semua aset-aset negara dikorup untuk kepentingan swasta dan asing.
Sebuah negara yang ideal adalah ketika hubungan antara rakyat dan penguasa ibarat piramida terbalik. Rakyat sebagai pemilik rumah dan pemerintah sebagai pelayannya. Apapun sistem aturan yang telah ditetapkan oleh pemilik rumah maka, pelayan harus taat. Ketika pelayan menyimpang maka, pemilik rumah bisa mengeritik dan mengganti kapan saja. Tapi tuan rumah harus pintar, peduli dan tahu aturan yang benar dalam mengelola rumah tangga. Kalau tidak, bisa jadi pelayan menipu atau mencuri diam-diam milik tuan rumah, hingga akhirnya tuan rumah bangkrut dan harus menghutang ke rentenir.
Islam telah mengajarkan konsep negara ideal. Sistem politik Islam adalah sistem politik yang berlandaskan ajaran Islam yang mewajibkan negara menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negara, menjamin pendidikan dan kesehatan setiap warga negara. Serta, Islam mewajibkan aktifis amar ma`ruf nahi munkar bagi secara individu ataupun kelompok. Ketika setiap individu terpenuhi kebutuhan hidup, pendidikan dan kesehatannya maka, pendidikan politik akan berjalan secara maksimal sehingga hubungan kontrol antara rakyat dan negara bisa berjalan optimal. Di sisi lain, elit politik yang bertaqwa akan mencegah tindakan-tindakan asusila terjadi dalam berjalannya roda kekuasaan. Ditambah lagi, lembaga-lembaga negara yang bisa menjamin berjalannya akuntabilitas politik dalam negara.