ARAB SPRING DI KERAJAAN SAUDI
00.43
Geliat revolusi di Saudi mulai muncul pada bulan Februari 2011. Berawal dari aktifis-aktifis di Arab Saudi yang membuat beberapa petisi/tuntutan reformasi yang ditujukan kepada pemerintah untuk melakukan reformasi nasional, reformasi konstitusional, dialog nasional, pengadaan pemilu dan memberikan hak partisipasi politik bagi wanita. Petisi itu juga mengkritik birokrasi pemerintah yang tidak efisien, fanatisme beragama, dan kesenjangan sosial antara negara dan rakyat. Juga, memperingatkan pemerintah bahwa jika kondisi buruk terus berlanjut maka akan menciptakan malapetaka dan konsekuensi yang buruk bagi negara Saudi. Petisi tersebut ditandantangani oleh lebih ribuan orang diantara mereka ada aktifis, akademisi, pebisnis dan ulama. Salah seorang ulama terkenal yang ikut menandatangani adalah Syekh Dr. Salman al-Awdah.
Kemudian setelah itu, menyusul seruan-seruan untuk melakukan demonstrasi secara massif melalui media-media online, blog, facebook, twitter dan youtube. Para aktifis tersebut menyerukan untuk melakukan aksi besar-besaran pada tanggal 11 Maret 2011. Namun pada hari tanggal 11 Maret hanya ratusan demonstran yang turun ke jalan.Demonstrasi yang paling ramai hanya terjadi di wilayah timur Arab Saudi yang dihuni oleh kelompok Syiah.
Terdapat tiga problem utama di Saudi yang bisa menjadi ancaman terhadap stabilitas dalam negara Arab Saudi. Pertama, persoalan status wanita dalam negara Arab Saudi yang berbeda dengan pria. Perempuan masih mengalami diskriminasi secara hukum dan sering menjadi subjek kekerasan dan penderitaan dalam rumah tangga. Begitupun juga perempuan tidak diberikan kebebasan dalam berpolitik. Kedua, besarnya jumlah anak-anak muda yang berumur sekitar 25 tahun yang memiliki hasrat yang besar untuk terjadinya reformasi sosial dan politik di Arab Saudi. Hal ini didorong karena tingginya tingkat pengangguran yang berusia muda di negara tersebut, sekitar 25 %. Ketiga, Minoritas Syiah yang mendominasi provinsi di wilayah barat daya Saudi. Kelompok Syiah di negara Saudi masih didiskriminasi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah Saudi. Mereka masih diperlakukan sebagai warga kelas dua di Saudi dalam mendapatkan pekerjaan, kebebasan membangun masjid Syiah dan pusat-pusat keagamaan, dan mereka juga meminta perhatian pemerintah terhadap dukungan pembangunan di wilayah mereka kaum Syiah.
Pemerintah Saudi “Menyuap” Rakyat
Khawatir dengan potensi pembangkangan yang lebih besar, pemerintah Saudi membuat beberapa kebijakan untuk menghentikan aksi- aksi dan mengembalikan stabilititas diantaranya: pertama, tindakan brutal terhadap para demonstran,bahkan sampai ada yang ditembak mati di tempat dan ribuan yang lain ditahan atau disiksa.Kedua, pemerintah menambah bantuan-bantuan bagi masyarakat Saudi dengan mengucurkan dana sekitar 130 miliar dollar dalam lima tahun untuk program-program peningkatan gaji pegawai dan pekerja, penambahan unit-unit perumahan murah, penambahan pegawai, pemberian gaji bagi pengangguran, sekitar 260 dollar perbulan, dan pembukaan lapangan kerja di bidang keamanan dan militer. Terakhir, Pemerintah menjanjikan kepada perempuan kebebasan untuk ikut dalam pemilu.
Merespon ancaman dari para demonstran minoritas Syiah yang menempati wilayah kaya minyak sebelah timur Kerajaan Saudi, Pemerintah Saudi melakukan represi terhadap para demonstran dengan menangkapi dan menyiksa para demonstran serta menyebarkan opini anti Syiah di masyarakat Sunni Saudi. Pemerintah menyerukan dan memperingatkan kepada warga Saudi bahwa orang-orang yang berdemonstrasi itu kebanyakan adalan orang Syiah Iraq dan Iran yang anti Sunni yang bertujuan untuk mendestabilisasi perekonomian di Saudi.
Politik Fatwa Para Ulama
Satu yang penting dalam menghentikan laju opini pembangkangan disaudi adalah fatwa dewan ulama senior (Hai`ah kibaril ulama). Pada saat gencarnya seruan-seruan untuk melakukan demonstrasi di Saudi, tahun 2011, dewan ulama senior mengeluarkan fatwa yang menentang protes-protes yang dilakukan oleh masyarakat. Isi fatwa tersebut menyatakan dukungan terhadap keamanan dan stabilitas di dalam kerajaan Arab Saudi yang merupakan kepimpinan yang sah, diakui dalam Islam dan telah diridhoi oleh Allah Swt karena keteguhan penguasa untuk menjaga Islam dan dua kota suci. oleh karena itu, tidak ada yang mampu untuk memecah belahnya dari kelompok manapun, bahkan kelompok-kelompok asing.
Menurut fatwa itu, selama penguasa Saudi masih berlandaskan al-Quran dan Sunnah maka wajib ditaati dan tidak boleh melakukan demonstrasi untuk menuntut perbaikan karena bisa menimbulkan kerusuhan dan perpecahan umat. Sikap ini, menurut fatwa tersebut, adalah bentuk dari ketaatan terhadap mazhab/tradisi para pendahulu/ salafus sholeh dan para pengikut mereka dari dulu hingga sekarang.Fatwa ini diperkuat dengan dalil-dalil dari al-Quran dan hadits nabi seperti dalam dikutip dalam alquran Ali-Imran ayat 103, dan 105 dan Al Ana'am 159). Fatwa ini kemudian diperintahkan untuk dicetak sebanyak 1,5 juta kopi untuk disebarkan ke masjid-masjid dan masyarakat, juga disebarkan lewat media- media online. Media-media lokal juga memuat fatwa tersebut untuk memperkuat dukungan terhadap penyebaran fatwa tersebut.
Namun bukan berarti semua ulama di Saudi bersikap sama, ada juga yang kritis terhadap penguasa seperti syekh Dr. Salman al- Awdah, melalui twitter, mengkritisi kondisi di negara saudi yang stagnan karena kurangnya perumahan, pengangguran, kemiskinan, korupsi, sistem pendidikan dan kesehatan yang buruk, nasib buruk tahanan dan ketiadaan prospek reformasi politik. Syekh Sulaiman al-Duwaish, menggunakan youtube untuk mengkritisi pemerintah yang dianggap tidak Islami dan korup. Namun, akhirnya ditahan oleh pemerintah bulan juni 2011. Dr. Yusuf al- Ahmad, Dia mengunggah video ceramahnya di youtube yang mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah, menuntut keadilan bagi para tahanan politik, dan mengecam penahanan massal yang dilakukan oleh pemerintah terhadap para demonstran laki- laki ataupun perempuan. Setelah tiga videonya diunggah di youtube, akhirnya dia ditahan tanggal 8 Juli 2011.
Dampak dari fatwa-fatwa yang dibuat oleh ulama tersebut mendeligitimasi segala demonstrasi yang dibuat oleh masyarakat Saudi. Dan memberikan legitimasi kepada pemerintah untuk bertindak sesukanya untuk mengendalikan suasana baik represi, penahanan ataupun pembunuhan. Laporan Komisi HAM Islam (Commission of Islamic Human Right) tahun 2011, menuliskan sekitar 5.000 tambahan tahanan politik di penjara-penjara Saudi yang dikutip dari data pemerintah. Sementara yang dicatat oleh para pengacara/pakar hukum dan aktifis HAM sekitar 7.000 orang tahanan politik yang menambah jumlah tahanan menjadi sekitar 30.000 orang di negara tersebut. Sementara yang tewas karena ditembak oleh pihak keamanan sejak tahun 2011 hingga 2012 sebanyak 22 orang yang mayoritasnya adalah anak-anak muda dibawah usia 20 tahun. Mayoritas ditembak pada saat aksi-aksi protes berlangsung.
0 komentar: