MELIHAT PERISTIWA ARAB SPRING DARI BELAKANG (SEBUAH REFLEKSI)


Kabar tentang peristiwa dunia arab sudah semakin ditinggalkan meskipun para pejuang di suriah masih terus merongrong pemerintahnya untuk lengser dari kursi kekuasaannya dan setiap waktu ada banyak yang mati. Sementara dunia arab yang lain sudah menata kembali negaranya setelah setahun kurang lebih pergolakan terjadi baik di Afrika Utara maupun Timur Tengah. Banyak negara yang telah melakukan pemilihan ulang secara demokratis dan menaikkan tokoh-tokoh dari kelompok-kelompok Islam. Mesir dan Tunisia menjadi contoh untuk hal tersebut. Apakah terjadinya “revolusi di Timur Tengah” akan merubah kondisi perpolitikan di Timur Tengah dan juga menaikkan kehormatan kaum muslimin di Timur Tengah?. Pertanyaan yang butuh sebuah analisis yang dalam dan sistematis untuk hal ini. Namun, Penulis akan mencoba mengajak untuk  melihat kembali kebelakang  apa-apa yang telah direncanakan oleh Amerika Serikat dan negara-negara barat jauh sebelum Arab Spring berlangsung.   
Broader Middle East Programs
Jauh sebelum pergolakan dan meluasnya tuntutan demokratisasi di Timur tengah dan afrika utara negara-negara barat Amerika Serikat dan Eropa telah jauh telah mempersiapkan dan mendukung terciptanya demokrasi di negara-negara tersebut. Tahun 2003 President Bush dalam sebuah pidatonya di National Endowment for Democracy  mengungkapkan komitmennya untuk mendukung proses demokratisasi di TImur Tengah dan Afrika Utara. “60 years of Western nations excusing and accommodating the lack of freedom in the Middle East did nothing to make us safe, because in the long run stability cannot be purchased at the expense of liberty.” 60 tahun negara-negara barat membiarkan hilangnya kebebasan di Timteng tidak menjadikan kita aman, karena sebuah stabilitas yang berlangsung jangka panjag tidak bisa membayar ongkos kebebasan yang hilang..
Komitment Demokratisasi di Timur Tengah kemudian ditindak lanjuti dengan pembentukan The Broader Middle East and North Africa Initiative (BMENA) Sebagai sebuah lembaga multilateral yang merencanakan proses peningkatan liberalisasi ekonomi dan politik di Timur Tengah dan Afrika Utara. Kemudian The Foundation for the Future (FFF)  dibentuk lembaga ini lahir sebagai tindaklanjut dari program BMENA tersebut. Dibentuk tahun 2005; bermarkas di Amman, Yordan dan satellite office-nya di Washington DC.
AS juga membentuk The Middle East Partnership Initiative (MEPI), sebuah lembaga di yang berada dibawah biro urusan timur dekat di DEPLU AS yang berfungsi untuk mendukung reformasi politik, pemberdayaan  perempuan, pemuda, peningkatan kualitas pendidikan dan pembangunan ekonomi di dunia Arab. Salah satu kontribusi lembaga ini bagi dukungan demokratisasi di dunia arab adalah pemberian bantuan dana bagi Ornop (Organisasi Non pemerintah)/NGO di Timur Tengah dan Afrika utara untuk meningkatkan agenda reformasi di negaranya masing-masing. Diantara NGO yang banyak mendapatkan dukungan langsung dari lembaga ini adalah yang berada di Mesir karena bantuan diberikan tanpa melalui pemerintah tapi langsung ke NGO tersebut. Lembaga ini juga telah aktif untuk terlibat dalam proses politik di Yaman, Maroko, Kuwait, Iran dan Syiria.  
Lembaga lain yang dibentuk adalah Near East Regional Democracy (NERD), lembaga yang dibentuk oleh Obama sebagai kelanjutan dari program Bush untuk membiayai proses demokratisasi di Iran. Secara umum mendukung program dan aktifitas untuk memperluas unmonitored, uncensored access bagi pengguna internet secara luas di negara-negara yang tertutup yang sangat ketat dalam penggunaan internetnya seperti China dan Iran.  Lembaga ini berada di bawah Department Luar Negeri AS, Urusan Iran (Iranian Affairs), Biro Urusan Timur Dekat.
Amerika juga bekerjasama dengan The National Endowment for Democracy. Semi Private dan organisasi non profit yang bekerja untuk memperkuat institusi demokratik di seluruh dunia melalu usaha-usaha non-pemerintah.  Organisasi ini sangat berperan besar dalam membiayai dan mendukung demokratisasi di Timur Tengah. Tahun 2006, sekitar 80 juta dollar digunakan oleh NED untuk membiayai programnya di Arab dan negara-negara muslim.
Terakhir The Euro-Mediterranean Partnership Initiative. Lembaga ini dibentuk oleh Uni Eropa dan 12 negara Mediterania selatan untuk mendukung stabilitas dan pembangunan ekonomi di Timur Tengah dan Afrika; liberalisasi perdagangan, dukungan reformasi politik dan HAM, pertukaran budaya, dan dukungan terhadap perdamaian Israel dan Palestina. miliaran dollar dikeluarkan oleh lembaga ini untuk mendukung visinya di Timur Tengah.
Sorotan
Lembaga-lembaga diatas merupakan bukti keseriusan dari negara-negara Barat, Amerika dan Sekutu-sekutunya untuk merubah wajah Timur Tengah. Melalui pernyataan Bush “ stabilitas tidak boleh dibayar dengan hilangnya “Freedom”. Ini  berarti ada harapan yang lebih besar dari liberalisasi dan demokratisasi  timur tengah dibanding stabilitas politik dengan mempertahankan para diktator di Timur Tengah. Usaha-usaha menggapai demokrasi itu tidak dijalankan dengan memberikan pressure  pada pemerintahan di Timur Tengah namun dengan menggunakan kekuatan grassroot, kelompok-kelompok sipil dan NGO. Karena pemerintahan barat paham betul bahwa tak ada rezim yang ingin memberikan sistem kekuasaannya dan hanya masyarakatlah yang punya kekuatan untuk menggulingkan rezim tersebut.
Terbukti pada saat pergolakan di Timur Tengah, Arab Spring. Kelompok-kelompok yang menguasai opini dan arah gerak dari masyarakat di Timur Tengah adalah kelompok-kelompok liberal dan pendukung demokratisasi dan kelompok-kelompok Islam pun berkoalisi dengan mereka. Investigasi Michael Chossudovsky, Professor di bidang Ekonomi di Kanada membuktikan hal tersebut. Berikut kutipannya:
Beberapa tahun sebelum Arab Spring, Aktifis gerakan oposisi telah diterima oleh Condoleezza Rice di Amerika Serikat tahun 2008 dan berlanjut tahun 2009, oleh sekertaris negara, Hillary Clinton untuk membahas kondisi Mesir ke depan dimana HAM dan Demokrasi menjadi isu utama. Februari hingga Maret 2010, Freedom House mengkarantina 11 blogger dari Timur Tengah dan Afrika Utara dari berbagai perwakilan organisasi selama dua minggu. Mereka study tour di Washington dan mengikuti pelatihan-pelatihan- digital security, digital video making, message development and digital mapping. Melalui Freedom House, National Endowment For Democracy, Amerika Serikat mendukung gerakan-gerakan perlawanan terhadap Mesir. Ratusan jumlahnya organisasi oposisi didanai dan didukung oleh Amerika Serikat. Gerakan Kifayah dan Gerakan 6 april yang menjadi pencetus utama dan penyebar propaganda anti Mubarok di Mesir melalui Facebook, Twitter, dan blog adalah organisasi yang didanai dan didukung oleh Amerika Serikat. (Michel Chossudovsky.2011. The Protest Movement in Egypt: "Dictators" do not Dictate, They Obey Orders/www.globalresearch.ca).
Setelah arab spring dan negara-negara seperti Mesir, Libya dan  Tunisia berganti kemasan, tetap saja mereka dalam satu desain sistem ekonomi dan politik yakni seperti yang telah dirancang untuk barat, liberalisasi politik dan ekonomi. Baru-baru ini pemerintahan Morsi telah meminta bantuan IMF untuk membangun Mesir sekitar $ 4,9 miliar dollar dengan bunga 1.1%.  kemudian negara “baru” Libya juga dibangun dengan dana-dana donator Internasional seperti Bank Dunia dan IMF. Begitupun halnya dengan Tunisia yang masih tetap menjaga hubungannya dengan IMF. Tidak ada hal agenda baru yang menjanjikan dan hal-hal tersebut. Kesimpulannya, perubahan politik yang ada Timur-Tengah saat ini adalah bagian dari sebuah agenda besar untuk menjadikan Timur-Tengah sebagai wilayah demokratis; negara demokrasi yang diawasi dan dikontrol oleh Amerika Serikat.
Penulis beberapa tahun lalu pernah sempat membaca sebuah transkrip hasil diskusi CIA yang tersebar luas di internet yang isinya mengharapkan demokrasi bisa berkembang di Timur-Tengah utamanya berkaitan dengan bagaimana menghadapi gerakan Islam Politik/Radikal. Menurut Transkrip tersebut, Jika negara-negara otoriter Timteng masih dibiarkan bertahan maka gerakan-gerakan politik Islam akan melakukan gerakannya sembunyi-sembunyi dan menarik masyarakat dengan ideologinya tersebut dan melawan rezim yang berkuasa. Sementara jika demokrasi dikembangkan di Timur-Tengah maka akan ada kelompok-kelompok Islam yang akan ikut proses demokrasi dan akan mengkampanyekan kesesuaian Islam dan Demokrasi. Hal itu setidaknya akan meredam suara-suara Islam Ideologis yang membahayakan eksistensi liberalisme di Timteng.
Argumentasi transkrip CIA ini ternyata diperkuat oleh data yang dikeluarkan oleh Rand Corporation tahun 2004 yang berjudul,  Research Brief:U.S. Strategy in the Muslim World After 9/11. Salah satu strateginya adalah “Seek to engage Islamists in normal politics”. Melibatkan kaum Islamis dalam sistem Politik yang ada.   Meskipun sulit menurut mereka, namun hal itu penting dilakukan, karena keterlibatan sebuah gerakan/partai Islamis dalam politik/demokrasi menjadikan mereka bisa bersikap moderat atau inklusif.
Penutup
Tulisan ini tidak bermaksud melemahkan semangat juang para pejuang untuk mendukung tegaknya kehidupan yang sejahtera, damai dan tentram di Dunia Islam, tetapi untuk mengajak untuk berfikir bahwa semangat perubahan saja tidak cukup. Negara-negara barat telah faham betul bagaimana strategi perubahan yang seharusnya. Yakni  dengan membentuk opini umum melalui jaringannya di Timur-Tengah mengenai ideology demokrasi dan liberalism sebagai musuh totalitarianism. Sejak Rasulullah  berdakwah di Makkah juga telah menempuh jalan politik tersebut. Bahwa untuk mengganti sebuah sistem maka dibutuhkan ideologi, para aktivis ideologis yang aktif untuk mengkampanyekan ide tersebut dan akhirnya menerima kekuasaan dari rakyat dan mengganti bangunan sistem yang ada dengan yang baru. Wallahua`lam (Hasbi Aswar, Penulis adalah mantan aktifis pers mahasiswa dan pengurus majalah mini Islam Zine Pembebasan)