MELIHAT PERISTIWA ARAB SPRING DARI BELAKANG (SEBUAH REFLEKSI)
00.41
Broader Middle East Programs
Jauh sebelum pergolakan dan meluasnya tuntutan
demokratisasi di Timur tengah dan afrika utara negara-negara barat Amerika
Serikat dan Eropa telah jauh telah mempersiapkan dan mendukung terciptanya
demokrasi di negara-negara tersebut. Tahun 2003 President Bush dalam sebuah
pidatonya di National Endowment for Democracy mengungkapkan komitmennya untuk mendukung
proses demokratisasi di TImur Tengah dan Afrika Utara. “ “60 years of
Western nations excusing and accommodating the lack of freedom in the Middle
East did nothing to make us safe, because in the long run stability cannot be
purchased at the expense of liberty.” 60 tahun negara-negara barat
membiarkan hilangnya kebebasan di Timteng tidak menjadikan kita aman, karena
sebuah stabilitas yang berlangsung jangka panjag tidak bisa membayar ongkos
kebebasan yang hilang..
Komitment Demokratisasi di Timur Tengah
kemudian ditindak lanjuti dengan pembentukan The Broader Middle East and
North Africa Initiative (BMENA) Sebagai sebuah lembaga multilateral yang
merencanakan proses peningkatan liberalisasi ekonomi dan politik di Timur
Tengah dan Afrika Utara. Kemudian The Foundation for the Future
(FFF) dibentuk lembaga ini lahir sebagai
tindaklanjut dari program BMENA tersebut. Dibentuk tahun 2005; bermarkas di
Amman, Yordan dan satellite office-nya di Washington DC.
AS juga membentuk The Middle East
Partnership Initiative (MEPI), sebuah lembaga di yang berada dibawah biro
urusan timur dekat di DEPLU AS yang berfungsi untuk mendukung reformasi
politik, pemberdayaan perempuan, pemuda,
peningkatan kualitas pendidikan dan pembangunan ekonomi di dunia Arab. Salah
satu kontribusi lembaga ini bagi dukungan demokratisasi di dunia arab adalah
pemberian bantuan dana bagi Ornop (Organisasi Non pemerintah)/NGO di Timur
Tengah dan Afrika utara untuk meningkatkan agenda reformasi di negaranya
masing-masing. Diantara NGO yang banyak mendapatkan dukungan langsung dari
lembaga ini adalah yang berada di Mesir karena bantuan diberikan tanpa melalui
pemerintah tapi langsung ke NGO tersebut. Lembaga ini juga telah aktif untuk
terlibat dalam proses politik di Yaman, Maroko, Kuwait, Iran dan Syiria.
Lembaga lain yang dibentuk adalah Near East
Regional Democracy (NERD), lembaga yang dibentuk oleh Obama sebagai
kelanjutan dari program Bush untuk membiayai proses demokratisasi di Iran.
Secara umum mendukung program dan aktifitas untuk memperluas unmonitored,
uncensored access bagi pengguna internet secara luas di
negara-negara yang tertutup yang sangat ketat dalam penggunaan internetnya
seperti China dan Iran. Lembaga ini
berada di bawah Department Luar Negeri AS, Urusan Iran (Iranian Affairs), Biro
Urusan Timur Dekat.
Amerika juga bekerjasama dengan The
National Endowment for Democracy. Semi Private dan organisasi non profit
yang bekerja untuk memperkuat institusi demokratik di seluruh dunia melalu
usaha-usaha non-pemerintah. Organisasi
ini sangat berperan besar dalam membiayai dan mendukung demokratisasi di Timur Tengah.
Tahun 2006, sekitar 80 juta dollar digunakan oleh NED untuk membiayai
programnya di Arab dan negara-negara muslim.
Terakhir The Euro-Mediterranean Partnership
Initiative. Lembaga ini dibentuk oleh Uni Eropa dan 12 negara Mediterania
selatan untuk mendukung stabilitas dan pembangunan ekonomi di Timur Tengah dan
Afrika; liberalisasi perdagangan, dukungan reformasi politik dan HAM,
pertukaran budaya, dan dukungan terhadap perdamaian Israel dan Palestina.
miliaran dollar dikeluarkan oleh lembaga ini untuk mendukung visinya di Timur
Tengah.
Sorotan
Lembaga-lembaga diatas merupakan bukti
keseriusan dari negara-negara Barat, Amerika dan Sekutu-sekutunya untuk merubah
wajah Timur Tengah. Melalui pernyataan Bush “ stabilitas tidak boleh dibayar
dengan hilangnya “Freedom”. Ini berarti ada harapan yang lebih besar dari
liberalisasi dan demokratisasi timur
tengah dibanding stabilitas politik dengan mempertahankan para diktator di
Timur Tengah. Usaha-usaha menggapai demokrasi itu tidak dijalankan dengan
memberikan pressure pada
pemerintahan di Timur Tengah namun dengan menggunakan kekuatan grassroot,
kelompok-kelompok sipil dan NGO. Karena pemerintahan barat paham betul bahwa
tak ada rezim yang ingin memberikan sistem kekuasaannya dan hanya masyarakatlah
yang punya kekuatan untuk menggulingkan rezim tersebut.
Terbukti pada saat pergolakan di Timur Tengah,
Arab Spring. Kelompok-kelompok yang menguasai opini dan arah gerak dari
masyarakat di Timur Tengah adalah kelompok-kelompok liberal dan pendukung
demokratisasi dan kelompok-kelompok Islam pun berkoalisi dengan mereka. Investigasi
Michael Chossudovsky, Professor di bidang Ekonomi di Kanada membuktikan hal
tersebut. Berikut kutipannya:
Beberapa tahun sebelum Arab Spring, Aktifis gerakan oposisi telah
diterima oleh Condoleezza Rice di Amerika Serikat tahun 2008 dan berlanjut tahun 2009, oleh
sekertaris negara, Hillary Clinton untuk membahas kondisi Mesir ke depan dimana
HAM dan Demokrasi menjadi isu utama. Februari hingga Maret 2010, Freedom House
mengkarantina 11 blogger dari Timur Tengah dan Afrika Utara dari berbagai
perwakilan organisasi selama dua minggu. Mereka study tour di Washington dan
mengikuti pelatihan-pelatihan- digital security, digital video making,
message development and digital mapping. Melalui Freedom House, National
Endowment For Democracy, Amerika Serikat mendukung gerakan-gerakan
perlawanan terhadap Mesir. Ratusan jumlahnya organisasi oposisi didanai dan
didukung oleh Amerika Serikat. Gerakan Kifayah dan Gerakan 6 april yang menjadi
pencetus utama dan penyebar propaganda anti Mubarok di Mesir melalui Facebook, Twitter, dan
blog adalah organisasi yang didanai dan didukung oleh Amerika Serikat. (Michel Chossudovsky.2011. The
Protest Movement in Egypt: "Dictators" do not Dictate, They Obey
Orders/www.globalresearch.ca).
Setelah arab spring dan negara-negara
seperti Mesir, Libya dan Tunisia
berganti kemasan, tetap saja mereka dalam satu desain sistem ekonomi dan
politik yakni seperti yang telah dirancang untuk barat, liberalisasi politik
dan ekonomi. Baru-baru ini pemerintahan Morsi telah meminta bantuan IMF untuk
membangun Mesir sekitar $ 4,9 miliar dollar dengan bunga 1.1%. kemudian negara “baru” Libya juga dibangun
dengan dana-dana donator Internasional seperti Bank Dunia dan IMF. Begitupun
halnya dengan Tunisia yang masih tetap menjaga hubungannya dengan IMF. Tidak
ada hal agenda baru yang menjanjikan dan hal-hal tersebut. Kesimpulannya,
perubahan politik yang ada Timur-Tengah saat ini adalah bagian dari sebuah
agenda besar untuk menjadikan Timur-Tengah sebagai wilayah demokratis; negara demokrasi
yang diawasi dan dikontrol oleh Amerika Serikat.
Penulis beberapa tahun lalu pernah sempat
membaca sebuah transkrip hasil diskusi CIA yang tersebar luas di internet yang
isinya mengharapkan demokrasi bisa berkembang di Timur-Tengah utamanya berkaitan
dengan bagaimana menghadapi gerakan Islam Politik/Radikal. Menurut Transkrip
tersebut, Jika negara-negara otoriter Timteng masih dibiarkan bertahan maka
gerakan-gerakan politik Islam akan melakukan gerakannya sembunyi-sembunyi dan
menarik masyarakat dengan ideologinya tersebut dan melawan rezim yang berkuasa.
Sementara jika demokrasi dikembangkan di Timur-Tengah maka akan ada
kelompok-kelompok Islam yang akan ikut proses demokrasi dan akan
mengkampanyekan kesesuaian Islam dan Demokrasi. Hal itu setidaknya akan meredam
suara-suara Islam Ideologis yang membahayakan eksistensi liberalisme di Timteng.
Argumentasi transkrip CIA ini ternyata
diperkuat oleh data yang dikeluarkan oleh Rand Corporation tahun 2004 yang
berjudul, Research Brief:U.S. Strategy in the Muslim World After 9/11. Salah satu
strateginya adalah “Seek to engage Islamists in normal politics”.
Melibatkan kaum Islamis dalam sistem Politik yang ada. Meskipun sulit menurut mereka, namun hal itu
penting dilakukan, karena keterlibatan sebuah gerakan/partai Islamis dalam
politik/demokrasi menjadikan mereka bisa bersikap moderat atau inklusif.
Penutup
Tulisan ini tidak bermaksud melemahkan
semangat juang para pejuang untuk mendukung tegaknya kehidupan yang sejahtera,
damai dan tentram di Dunia Islam, tetapi untuk mengajak untuk berfikir bahwa
semangat perubahan saja tidak cukup. Negara-negara barat telah faham betul
bagaimana strategi perubahan yang seharusnya. Yakni dengan membentuk opini umum melalui jaringannya
di Timur-Tengah mengenai ideology demokrasi dan liberalism sebagai musuh
totalitarianism. Sejak Rasulullah
berdakwah di Makkah juga telah menempuh jalan politik tersebut. Bahwa
untuk mengganti sebuah sistem maka dibutuhkan ideologi, para aktivis ideologis
yang aktif untuk mengkampanyekan ide tersebut dan akhirnya menerima kekuasaan
dari rakyat dan mengganti bangunan sistem yang ada dengan yang baru.
Wallahua`lam (Hasbi Aswar, Penulis adalah mantan aktifis pers mahasiswa dan
pengurus majalah mini Islam Zine Pembebasan)
0 komentar: