MENUJU KEHANCURAN PERADABAN BARAT (Liberalisme dan Krisis demografi di Eropa )
18.09
“The
problem has also become very difficult because we are no longer sure of the
norms to transmit; because we no longer know what the correct use of freedom
is, what is the correct way to live, what is morally correct and what instead
is inadmissible”. (Pope Benedictus XVI)
Telah
berak-rak buku yang telah tertuliskan tentang kehancuran peradaban barat.
Peradaban yang menjadi proyektor ajarana-ajaran liberalisme ini tinggal
menunggu waktu untuk musnah. Krisis demi krisis silih berganti. Krisis ekonomi,
moral, demografi dsb. Padahal ketiga hal ini penting dalam membangun sebuah
peradaban. Hal ini justru terjadi bukan karena kesalahan dari para penjaga
peradaban tersebut, Politisi, agamawan, media dsb. Tapi karena memang sejak
lahir konsep liberalism sebagai basis dari peradabannya yang bermasalah
sehingga saat ia diterapkan akhirnya menjadi semakin bermasalah.
Krisis
Demografi
Menurut
sebuah hasil penelitian bahwa sebuah kebudayaan bisa bertahan hingga diatas 25
tahun jika rata-rata jumlah kelahiran di wilayah tersebut adalah 2,11 persen.
Dan jika hanya 1,9 atau 1,3 persen maka bisa dikatakan mustahil kebudayaan
tersebut bisa bertahan. Melihat Eropa Saat ini, tingkat kelahirannya sangat
memperihatinkan. Tingkat kelahiran 31 negara di bawah Uni Eropa hanya sekitar
1,38 persen. 1,8 di perancis, 1,6 di Inggris, 1,4 Yunani, 1,3 Jerman, 1,2
italia, dan 1,1 Spanyol. Hal ini tentunya sangat menghawatirkan bagi barat itu
sendiri. saya kira kita patut untuk menyimak sedikit keluh kesah dari paus
benedict XIV seperti yang ditulis oleh Joseph A. D'Agostino, wakil presiden
Population Research Institute, “Before these families with their children,
before these families in which the generations hold hands and the future is
present, the problem of Europe, which it seems no longer wants to have
children, penetrated my soul. To foreigners this Europe seems to be tired,
indeed, it seems to be wishing to take its leave of history,”. Periode
sebelumnya, menurut sang Paus, Keluarga-keluarga masih bersama dengan anak-anak
mereka dan kemudian berpegangan tangan untuk melanjutkan masa depan peradaban
dan saat ini masyarakat Eropa tampaknya sudah tidak berminat lagi untuk
memiliki keturunan dan kita mesti merebut kembali sejarah yang hilang itu.
Penyebab
Bermula
dari pembangkangan atas otoritas gereja akhirnya Eropa memulai kehidupannya
dengan kebebasan atas individu (liberalism). Kebebasan tanpa norma agama
sebagai aturan positifnya dan kebebasan dengan interpretasi mereka sendiri dan
dijaga dengan institusi demokratis. Ternyata kebebasan tersebut akhirnya
menjadi boomerang bagi masyarakat itu sendiri. kebebasan idealnya menjadi
sarana untuk meraih kesejahteraan dan kenyamanan hidup bersama nyatanya
menghasilkan budaya individualistis, budaya bersenang-senang (hedonism) dsb, seks
bebas dan bahkan atas nama kebebasan atau persamaan akan Hak Asasi Manusia,
perkawinan sesama jenis telah dibolehkan menurut Paus “The anti-human nature of
same-sex “marriage”. Paham feminisme juga mengajak para ibu rumah tangga untuk
memberontak dan keluar dari rumah dan menjadi bagian dari produksi. Paus
benedictus XVI, “dalam masyarakat modern, karena pengaruh feminisme sehingga
produktifitas dalam bidang ekonomi lebih dibutuhkan sebagai sebuah lifestyle
dalam masyarakat level kelas menengah daripada menghasilkan generasi penerus
peradaban hingga tidak ada waktu lagi untuk menghasilkan keturunan.”
Populasi
Islam di Eropa
Belum
reda kegelisahan di Eropa karena krisis demografi, Populasi muslim semakin
meningkat tajam. Secara demografi masyarakat Eropa memang minus tapi jumlah
populasi tidak berkurang bahkan bertambah. Tapi, imigran-imigran muslimlah yang
menjadi penambahnya. Sumber daya manusia di negara-negara barat yang
pertumbuhan ekonominya sangat tinggi tentu sangat disukai oleh penduduk negeri-negeri
muslim yang kebanyakan miskin dan dekat dengan Eropa seperti Turki atau Maroko.
Ketika
rata-rata kelahiran di perancis adalah 1,8 maka imigran muslim di perancis
rata-rata 8,1 dan diperkirakan tahun 2027 satu dari lima penduduk perancis
adalah Islam dan hanya dalam waktu 39 tahun perancis menjadi negara Islam.
begitupun di Inggris, Jerman, Belanda, dan Rusia dan negara-negara eropa
lainnya. hal ini juga diakui oleh German Federal Statistic Office, kejatuhan
populasi jerman tidak bisa lagi dihentikan. Putaran Spiral yang terus menerus
menurun tidak bisa diputar keatas lagi dan Jerman akan menjadi negara Islam
tahun 2050.
Selain
Imigran, masyarakat barat yang sudah bosan dengan kehidupannya juga sudah
banyak yang beralih menjadi Muslim setiap harinya dan semakin menambah jumlah
umat islam di Eropa.
Sebagai
orang muslim semestinya kita bercermin pada kondis yang ada pada masyarakat
barat saat ini yang tinggal menunggu kehancurannya karena keyakinan atau
pandangan hidup yang mereka anut sendiri dan perlahan-lahan mereka kembali ke
Islam sebagai fitrahnya. Sementara masyarakat Islam saat ini terkhusus
Indonesia masih menganggap barat dan segala produk budayanya sebagai hal yang
superior. Anak-anak muda mengadopsi pergaulan bebasnya, Faham-faham liberal, sekuler,
Demokrasi, HAM, feminisme dsb. padahal islam dan segala produknya adalah diatas
segalanya.
Kemudian
Paus Benedictus memberikan Solusi, “what can save it but a profound
spiritual renewal? Given the risible self-destruction of Europe’s moribund
Protestant churches, can any force other than the Catholic Church provide this
renewal for Europe? Or perhaps Europe’s fast-growing high-fertility Muslim
population will provide its own spiritual reformation for the continent”.
هوالذي ارسل رسوله با
الهدي و دين الحق ليظهره علي الدين كله ولو كره المشركون
“Dialah
yang telah mengutus rasulnya dengan petunjuk dan din yang benar untuk
menjadikannya superior atas semua keyakinan walaupun orang-orang musyrik
membencinya” (At-Taubah: 33)
0 komentar: